Mengapa Nama Informan Pakai Samaran?

Mediapustaka.id – Mengapa nama informan harus menggunakan nama samaran – tidak boleh pakai angka dan inisial ? Nama inisial atau nomor tidak boleh dituliskan dalam laporan kualitatif karena tidak dapat menunjukkan siapa informan itu (Jenis kelamin, Daerah).

Berbeda dengan nama samaran yang wajib digunakan dalam laporan/ penelitian kualitatif. Nama samaran dengan nama dapat menunjukkan bahwa informan itu wanita/pria, dan juga asal daerah. Contohnya nama samaran dari Bali menggunaman nama Luh Yuni. Pembaca bisa tahu siapa informannya, daerah asal / wanita / pria. Wanita – pria dan juga daerah asal memiliki pemikiran dan keyakinan yang berbeda (Dewi, 2021).

Etika Penelitian terkait Informan

Terdapat etika penelitian yang harus dilakukan dan ditaati oleh peneliti dalam melakukan risetnya.  Prinsip-prinsip etika penelitian terkait informan, sebagai berikut:

  1. Mempertimbangkan informan terlebih dahulu
  2. Mengamankan hak-hak, kepentingan, dan sensivisitas informan
  3. Menyampaikan tujuan penelitian
  4. Melindungi pivasi informan
  5. Jangan mengeksploitasi informan
  6. Memberikan Laporan kepada Informan (American Anthropological Association dalam Hanifah, 2010)

Penggunaan nama informan dalam menuliskan penelitian harus menghargai hak yang dimiliki informan. Peneliti tidak boleh serta menyertakan mencantumkan nama lengkap atau aslin tanpa seizin informan, peneliti harus terbuka dan berbincang perihal pencatuman nama ini, bisa ditulis nama asli ataupun samaran.

Penulisan nama informan memudahkan identifikasi dan pertanggungjawaban dalam laporan, sehingga apabila ada pernyataan yang kurang jelas, dapat kembali lagi ke informan tersebut.

Contoh

Informan berasal dari Jawa, diadaptasi oleh nama-nama Raja-raja di Kerajaan Jawa, sebagai berikut:

  1. Wisnu (Pria)
  2. Isyana (Wanita)
  3. Wijaya (Pria)
  4. Dewi (Wanita)
  5. Raden (Pria)
  6. Arya (Pria)
  7. Jaka (Pria) (Edunitas.com)

Informan berasal dari Bali, diadaptasi dari nama orang Bali berkedudukan sebagai rakyat biasa (Kasta Sudra) sebagai berikut:

  1. I Wayan Pastika, I Putu Pastika (Laki-laki anak pertama)
  2. Ni Made Suasti, Ni Kadek Suasti (Perempuan anak kedua)
  3. I Nyoman Pica, I Komang Pca (Laki-laki anak ketiga)
  4. Ni Ketut Luh (Perempuan anak keempat)
  5. I Wayan Balik Pastika (Laki-laki anak kelima) (Kanalpengetahuan.com, 2019)
Penggunaan I sebagai awalan yang digunakan untuk bayi laki-laki, contoh I Gede, I Dewa. Sementara Ni sebagai awalan dipakai untuk perempuan (Baihaki, 2018)

Referensi (buku)

Hanifah, N. 2010. Penelitian etnografi dan penelitian grounded theory. Jakarta: Akademi Bahasa Asing Borobudur Jakarta.