Ethical Clearance dalam Penelitian

Ethical clearance (kelayakan etik) merupakan suatu instrumen yang digunakan dalam suatu rangkaian penelitian untuk mengukur keberterimaan secara etik.

Menurut CIOMS (2002), semua penelitian yang melibatkan makhluk hidup termasuk manusia tidak boleh melanggar standar etik yang berlaku secara universal, dan juga harus tetap memperhatikan aspek sosial dan budaya yang di miliki masyarakat atay informan yang diteliti.

Ethical clearance atau kelayakan etik memiliki tiga prinsip yaitu, prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, prinsip berbuat baik, dan prinsip keadilan. Adapun prinsip ini bertujuan untuk

  • menghormati dan melindungi informan dari bahaya secara fisik, psikis, sosial dan konsekuensi hukum akibat menjadi informan atau berpartisipasi dalam sebuah penelitian.
  • meningkatkan kualitas penelitian, dikarenakan ethical clearance mengharuskan peneliti untuk menjunjung tinggi kejujuran, integritas, dan keadilan dalam melakukan penelitian.

Ethical clearance di Indonesia pada umumnya dilakukan pada penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan yang menggunakan makhluk hidup dalam penelitiannya untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan kesejahteraan.

Dalam bidang sosial-humaniora ethical clearance dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru. Oleh karena itu, penelitian di bidang sosial-humaniora yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitiannya diharapkan dapat menerapkan ethical clearance dengan lebih baik.

Prinsip-prinsip yang harus tercantum dalam ethical clearance sebagai berikut.

Informed consent

Informed consent (lembar persetujuan) merupakan sebuah konsep yang berupaya untuk menangkap dan menyampaikan apa yang dianggap sebagai hubungan yang tepa tantara peneliti dan partisipan penelitian. Informed consent juga dibuat untuk memberikan penghormatan terhadap hak individu dan otonomi dari partisipan, sengan begitu informed consent didasarkan pada kepentingan masyarakat dan kepraktisan hubungan sosial.

Informed consent pada umumnya dicantumkan dalam etika penelitian dalam lampiran tidak terpisah. Di dalamnya, peneliti harus memakai kalimat-kalimat yang mudah dimengerti dan tidak terkesan memaksa informan.

Merujuk dari buku Modul Etika Penelitian Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, isi dari informed consent adalah sebagai berikut:

  1. Persetujuan partisipasi responden dalam penelitian
  2. Garis besar penelitian (tujuan, manfaat, dan lain-lain)
  3. Prosedur yang harus dilakukan responden
  4. Durasi waktu yang dibutuhkan peneliti terhadap responden
  5. Paparan kemungkinan resiko
  6. Penjelasan keuntungan apabila responden ikut berpartisipasi
  7. Penjelasan solusi apabila terjadi hal yang tidak diinginkan
  8. Gambaran tentang terjaminnya rahasia atau identitas responden (lebih baik dijelaskan juga bahwa identitas responden digunakan hanya untuk kepentingan penelitian)
  9. Nama dan kontak peneliti yang bisa dihubungi apabila ada keluhan atau terjadi sesuatu pada responden
  10. Penjelasan bahwa responden harus berpartisipasi secara sukarela, jadi responden boleh untuk meninggalkan/menolak penelitian apabila responden tidak berkenan
  11. Jumlah target responden yang dibutuhkan peneliti
  12. Penjelasan bahwa peneliti akan memberi tahu responden apabila ada masalah yang mengancam responden.

Anonimitas

Anonimitas (anonymity) atau kerahasiaan subjek harus dijaga kecuali subjek secara sukarela dan menghendaki identitasnya diketahui oleh umum. Secara aktif, peneliti berupaya menutupi segala unsur yang mengindikasikan identitas subjek pada catatan penelitian.

Dalam sebuah penelitian lokal, atau penelitian berurusan dengan kondisi langka, individu mungkin diidentifikasi anonim. Anonimitas juga dapat membuat kesulitan terhadap pemeriksaan hasil (reprodusibilitas) kesalahan atau penipuan ilmiah.

Kerahasiaan

Kerahasiaan adalah menghormati usaha penyedia informasi tentang bagaimana informasi yang akan digunakan atau diungkapkan. Dengan demikian, kewajiban untuk menghormati kerahasiaan adalah berkaitan dengan cara seseorang menepati janji. Hal ini penting untuk dicatat bahwa usaha untuk menjaga kerahasiaan tidak selalu secara eksplisit dapat diberikan.

Kewajiban kerahasiaan muncul hanya dalam konteks hubungan khusus dan/atau perjanjian (misalnya kontrak). Pihak pertama (subjek) memiliki kerahasiaan informasi yang telah diberikan kepada pihak kedua (peneliti) yang tunduk pada perjanjian atau pemahaman bahwa perjanjian tersebut tidak akan diungkapkan lebih lanjut kepada pihak lain tanpa izin. Jadi, hal ini bukan atau tidak benar-benar jelas berkaitan dengan tugas menghormati privasi. Dengan demikian, anggota masyarakat biasa yang tidak terlibat penelitian, tidak memiliki kewajiban menghormati privasi dan kerahasiaan subjek. Kewajiban untuk menghormati privasi orang lain adalah tugas umum.

Sukarela

Alasan atau pertimbangan mengapa sesorang (calon subjek) dinilai sesuai atau cocok untuk diikutsertakan dalam penelitian ini. Jelaskan bahwa keikutsertaan dalam penelitian tersebut bersifat sukarela, tidak ada paksaan